Selasa, 23 Juni 2009

Kesedihan Seorang Ibu

Kisah dan Hikmah
Majlis Ta'lim Wad Da'wah  
Dikirim: Tim Redaksi [16/06/2009]
 

Dizaman dulu ada seorang yang dikenal oleh masyarakat sekelilingnya bahwa ia adalah seorang yang baik. Pada suatu waktu ia ingin sekali pergi ke Mekkah Al-Mukarramah, namun orang tuanya tidak mengizinkannya pergi karena sayangnya kepada anaknya tersebut.

Anak itu, karena keinginannya yang sangat, maka pergilah ia dan tidak memperdulikan lagi larangan orang tuanya. Ketika ia berangkat, ibunya mengikuti dari belakang sambil menjerit-jerit, memanggil-manggilnya dan melarangnya jangan pergi, namun anaknya itu tetap bertekad berusaha meneruskan perjalanannya.

Melihat keadaan yang demikian, ibunyapun berdo’a dan bermunajat kepada Allah; “Wahai Tuhanku, sungguh aku merasa sedih karena perginya anak itu, saya telah melarangnya namun ia tetap pergi, wahai tuhanku, sungguh kepergiannya menyedihkan saya ;wahai tuhanku, timpahkan atas dirinya suatu bencana”.

Dengan penuh rasa pedih dan sedih ibunya pulang kembali kerumahnya, sedang anaknya tersebut terus berjalan dan sampailah ia pada suatu desa, dimana ia tidak mempunyai kenalan seorangpun di sana; oleh karenanya ia masuk di suatu masjid untuk istirahat dan ibadah.

Pada malam itu juga terjadi suatu pencurian di suatu rumah, tapi pencuri itu dapat dihalau dan dikejar oleh orang-orang yang ada disitu. Pencuri itu lari dan masuk ke masjid dimana orang yang akan pergi haji tadi sedang shalat. Ketika orang-orang mengejar pencuri tersebut sampai masjid, terlihat oleh mereka seorang tengah melakukan shalat, sedang pencuri yang dikejar telah menghilang.

Diantara orang-orang yang mengejar itu mengatakan: “Ini dia pencuri yang kita kejar itu, Dia berpura-pura shalat!”

Merekapun menangkapnya, dan menahan segala barang-barang yang ada padanya. Ia dibawa ke tempat yang berwajib. Yang berwajib memutuskan suatu hukuman yaitu dipotong kedua tangannya, dan kedua kakinya serta dicukil kedua matanya. Hukuman itu dilaksanakan oleh petugas. Maka terpotonglah kedua tangannya, kedua kakinya dan melayanglah kedua biji matanya. Kemudian ia digiring keliling pasar serta diperintahkan untuk meneriakkan: “Beginilah ganjaran pencuri!”, tapi ia enggan meneriakkan demikian itu sambil berkata: “Saya tidak akan teriakkan itu, tapi saya akan teriakkan, “beginilah pembalasan dan ganjaran orang yang ingin berthawaf di ka’bah/ berhaji di Makkah tanpa seizin orang tuanya”.

 Dengan demikian petugas-petugas itupun barulah mengetahui bahwa orang itu bukan pencuri yang dikejar-kejar, tapi dia adalah seorang yang mendapat musibah dan bencana dari Allah akibat pelanggaran dan kedurhakaannya terhadap orang tuanya.

Merekapun mengembalikannya kepada orang tuanya. Ibunya yang sedang berada di tempat peribadatannya tiba-tiba mendengar suara anaknya yang sudah tidak dikenalnya itu berkata, “Wahai ibu!, saya musafir yang lapar, berilah saya sekedar makanan”. Ibunya menjawab.”Masuklah dulu engkau ke pintu “. Jawabnya, “Saya tak dapat masuk karena saya tak berkaki lagi…”. Kata ibunya, “Kalau begitu ulurkan tanganmu!”. Jawabnya, “Saya tak bertangan lagi……”. Kata ibunya, “Saya akan menyuapimu, tapi bagaimana, tidak boleh seorang wanita berhadapan dengan seorang lelaki yang bukan mahramnya”. Jawabnya, “Jangan kuatir! Karena saya tidak bermata lagi……”.

Ibunya yang sudah tidak mengenalnya itu mengambil sepotong roti dan segelas air, lalu memberikannya. Tiba-tiba anak itu meletakkan wajahnya di telapak kaki ibunya, sambil ia berkata,”Sayalah anakmu……yang durhaka kepadamu”. Barulah ibunya sadar, bahwa orang itu adalah anaknya sendiri. Melihat anaknya sedemikian itu menangislah ia dengan terseduh-seduh seraya meminta dan memohon kepada Allah, “Wahai Tuhanku!. Matikanlah aku bersama anakku ini”.

Do’a ibu itu diterima dan dikabulkan oleh Allah, dan seketika itu juga matilah duanya.

Dari hikayat ini kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa musibah dan bencana yang tertimpa atas diri orang tersebut adalah semuanya karena pelanggaran dan kedurhakaannya terhadap orang tuanya.

Dan kalau ini hanyalah karena kedurhakaan sekali, maka bagaimana kalau kedurhakaan itu berulang-ulang kali?

Semoga Allah SWT menjadikan kita semua dari pada orang-orang yang taqwa kepada-Nya dan taat kepada ayah bundanya. 

Doa Seorang Ibu

Dikirim: Tim Redaksi [16/06/2009]
 


Doa Seorang Ibu

 

Nabi Musa AS bermunajat kepada Allah SWT, “Ya Allah, tunjukkanlah siapa yang akan menjadi kawanku kelak di surga?”, kemudian Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Musa, “Wahai Musa, orang pertama yang melewati engkau di jalan ini dialah kawanmu di surga”.

Tepat setelah itu, seorang pemuda lewat di depan Nabi Musa, maka beliau mengikutinya untuk mengetahui apa amalan pemuda tadi sehingga dia mendapat kedudukan mulia di surga, berdampingan dengan para Nabi.

Beberapa langkah berlalu, kemudian si pemuda memasuki sebuah rumah, dia duduk bersimpuh di depan seorang wanita tua, lalu mengeluarkan sepotong daging dan memanggangnya, kemudian setelah cukup matang dan lembek dia menyuapi wanita tua itu dengan pelan-pelan penuh kasih sayang. Setelah usai dia menuangkan air ke mulut wanita itu dan keluar.

Nabi Musa bertanya, “Demi Kebesaran Allah, siapakah wanita ini?”, si pemuda yang belum tahu siapa yang bertanya ini menjawab, “dia adalah ibuku”. Nabi Musa bertanya lagi, “Apakah dia tidak mendoakan kamu?”, “Ya, dia selalu mendoakan saya setiap hari dengan satu doa, tidak pernah diganti dengan doa lain”, jawab pemuda itu.

“Apa doa yang dipanjatkannya?”, Tanya Nabi Musa lebih lanjut. Dia menjawab, “Ibuku itu berdoa, Ya Allah jadikanlah anakku ini bersama Musa bin ‘Imran di surga”. 

Nabi Musa senang dengan doa ini dan terlihat kegembiraan menyelimuti wajah beliau, lalu berkata, “Wahai pemuda, bergembiralah, Allah telah mengabulkan doa ibumu, akulah Musa bin ‘Imran”.

Jika kita menyimak kisah ini, tentunya dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa anak yang berbakti kepada orang tuanya terutama ibu, pasti akan mendapat balasan yang layak baginya, yaitu surga. Begitulah kita mengetahui, bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Dan doa orang tua kepada anaknya pasti dikabulkan oleh Allah. Dalam atsar disebutkan:

“Doa orang tua untuk anak seperti doa para Nabi untuk umatnya”.